Peran Perekonomian Nasional Guna Ketahanan Pangan

1.    Judul

Peran Perekonomian Nasional Guna Memperkuat Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa

2.    Kata Kunci (Variabel)

  1. Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan (KK-1)
  2. Memperkuat Ketahanan Pangan (KK-2)
  3. Kemandirian Bangsa (KK-3)

 

3.    Pokok Masalah:

Kemandirian Bangsa yang menjadi harapan seluruh masyarakat Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Kamandirian bangsa dimaknai sebagai kemampuan bangsa untuk berinisiatif, mengatasi masalah, mengambil keputusan dengan rasa percaya diri dan mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan segala sumberdaya yang dimiliki tanpa tergantung negara lain. Kondisi bangsa Indonesia saat ini, sayangnya masih belum mencapai kemandirian, khususnya menyangkut hubungan international, ekonomi, pengelolaan Sumber Kekayaan Alam. Tidak terkecuali dalam hal kemandirian disektor pangan.

Dalam hal ketahanan pangan, hingga saat ini Indonesia masih rentan. Setidaknya masih terdapat penduduk rawan pangan yang masih relatif tinggi (±13% dari total penduduk) Indonesia. Sementara produksi pangan juga masih lemah, jauh dibandingkan ketergantungan konsumsi beras dalam pola konsumsi pangan yang masih tinggi. Hal ini terjadi salah diantaranya akibat pola konsumsi yang sangat mengandalkan nasi sebagai konsumsi pokok (139 kg/th), sementara konvesi lahan pertanian sangat tinggi (50 ribu Ha pertahun), sedangkan penambahan lahan baru masih sangat terbatas. Disisi lain Indonesia juga menghadapi tantangan alam berupa daerah yang rawan bencana alam.

Konsep Ketahanan pangan (food security), keamanan pangan (food safety), kemandirian pangan (food self-help) dan kedaulatan pangan (food souverenity) sesungguhnya harus menjadi kesatuan konsep dimana pangan dapat tersedia, terjangkau oleh daya bell, mampu dan aman dikonsumsi, diproduksi secara menguntungkan oleh para pelaku ekonomi/petani dengan manajemen yang efisien serta terdistribusi secara baik ke seluruh wilayah di Negara Kepulauan yang memiliki lahan, sumberdaya alam dan penduduk yang sangat besar dan beragam. Dalam pengertian ini berarti tuntutan akan swasembada pangan hanyalah salah segmen, kecil agar menjadikan bangsa Indonesia dapat memiliki Ketahanan Nasional baik secara ekonomi, politik maupun hankam.

Dalam keswasembadaan pangan tersebut, pelaku produksi serta konsumen secara keseluruhan haruslah merniliki daya beli yang cukup (sejahtera) sehingga mereka dapat mengkonsumsi pangan dengan cukup (kalori, protein, vitamin dan susu) dan aman (sehat tanpa tercemari kimia yang berbahaya, penyakit maupun residu). Bersamaan dengan hal tersebut harus juga terjamin agar mereka (para petani dengan berbagai sub sektornya termasuk nelayan) yang hidup dalam alam demokrasi memiliki posisi tawar yang memadai sehingga mereka mampu pula mengorganisasikan kepentingannya sendiri secara otonom sehingga aksesabilitas terhadap sumber-sumber keuangan, pengambilan keputusan dan informasi serta sumber-sumber kemajuan lainnya untuk hidup mandiri telah menjadi bagian dan kapasitas individual, institusional maupun organisasi (bisnis, ekonomi maupun politik) yang melekat dalam diri mereka.

Dalam perekonomian maupun kehidupan politik dimana pengaruh globalisasi telah sedemikian kuat, maka sesungguhnya hanyalah negara-negara yang memiliki “spesifikasi lokal” yang genuine-lah yang memiliki Keunggulan Kompetitif. Hal itu baik tercermin dalam platform pembangunan ekonomi maupun politik. Semakin ter”barat”kan dalam platform pembangunan ekonomi dan politik sebuah negara, maka umumnya makin memiliki ketergantungan (modal, teknologi, manajemen bahkan ideologi) sehingga seberapapun kerasnya upaya pembangunan, bukannya berkurang ketergantungan tersebut, tapi justru tak berkurang bahkan makin kuat. Negara-negara Asia yang berhasil pernbangunannya —dari mulai Jepang, China, Korsel, India, Singapura, Malaysia hingga Thailand —adalah yang mampu secara lebih original menyusun platform pembangunan sesuai dengan kebutuhan nasional mereka masing-masing baik secara ekonomi maupun politik. Kebutuhan panganpun dan negara-negara tersebut umumnya telah terpenuhi secara swasembada. Kalaupun mau dibedakan, Jepang dan Korsel unggul sebagai negara yang makmur dan merata berkat industri olahan non-agros sementara China, India dan Malaysia adalah kombinasi lebih berimbang antara keunggulan dalam industri manufaktur agro dan non-agro dan Singapura dengan industri keuangannya. Yang menarik, keunggulan Thailand lebih menonjol dengan keunggulan dalam industri manufaktur agro, sehingga negeri ini dikenal bukan hanya petaninya Iebih sejahtera dan independen secara politik, namun juga menjadi pengekspor terbesar diantara negara negara berkembang produk-produk agro-industri sehingga dikenal sebagai “kitchen in the world”. Dalam format kebijakan makro-ekonomi maupun politiknya masing-masing memiliki keunikan yang tak sekedar mereplikasi terhadap Negara-Negara Barat.

Sementara itu, berbicara dalam konteks Ketahanan Pangan di Indonesia, untuk ketersediaan pangan, khususnya beras semakin terbatas yang disebabkan oleh semakin meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif Iainnya, rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, buruknya kondisi jaringan irigasi dan prasarana irigasi di lahan produksi. Peningkatan produksi pangan hanya terjadi di pulau Jawa, dan dalam kurun waktu 1995-2002 rata-rata produktivitas nasional hanya meningkat 80 kg per hektar. Dari luas lahan baku sawah sekitar 8,4 juta hektar, pada kurun waktu 1992-2000 luas tersebut turun sekitar 500 ribu hektar, yaitu dan 8,3 juta hektar menjadi 7,8 juta hektar. Kondisi pasokan air bagi lahan beririgasi semakin terbatas karena menurunnya kemampuan penyediaan air di waduk-waduk yang menjadi andalan pasokan air. Sementara itu, daya saing produk pertanian dalam negeri masih rendah dibandingkan dengan produk luar negeri sehingga pasar produk pertanian dalam negeri dibanjiri dengan produk impor. Dilihat dari aspek konsumsi pangan, ketergantungan pada konsumsi beras masih tinggi sehingga tekanan terhadap produksi padi semakin tinggi pula. Ke depan perlu didorong diversifikasi konsumsi pangan dengan mutu gizi yang semakin meningkat berbasiskan lconsumsi pangan hewani, buah, dart sayuran. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga masih rentan yang disebabkan sistem distribusi yang kurang efisien untuk menj amin ketersediaan pangan antar waktu dan antar wilayah.

Penghambat utama menjadikan “kedaulatan pangan” menjadi tujuan serta tak terjamin konsistensi dalam pelaksanaannya nanti adalah jika dalam proses “demokrasi politik dan Kebijakan Ekonomi (Perencanaan, fiskal, moneter dan perbankan) yang  kurang mengutamakan kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat. Kemudian juga kurang didukung oleh produk legislasi DPR yang kurang bermuatan kepentingan Nasional sehingga mengganggu tercapainya Ketahanan Pangan. Misalnya PP tahun 2008 yang memperbolehkan hutan lindung untuk pertambangan yang akan berakibat memperparah kerusakan hutari dengan segala dampaknya terhadap banyaknya bencana lebih dari sekarang sehingga Kebijakan Mengurangi Emisi Karbon 25% bukan hanya dapat memperparah “proses Deindustrialisasi”, tapi juga perubahan iklim yang ekstrem yang terus diciptakan oleh kebijakan-kebijakan yang kontradiktif. Dan masih banyak lagi yang pada gilirannya memperparah sulitnya pencapaian kebijakan Ketahanan apalagi Kemandirian dan Kedaulatan Pangan. Oleh karena itu, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana peran perekonomian nasional guna ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa?

4.    Pokok-pokok Persoalan

Disadari sepenuhnya bahwa tidaklah mungkin muncul permasalahan apabila tidak ada persoalan-persoalan yang melatarbelakangi dan menjadi sebab atau pemicu munculnya permasalahan tersebut. Ada beberapa pokok persoalan antara lain sebagai berikut:

  1. Lemahnya keberpihakan pada pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi.
  2. Kurangnya komitmen pada pengembangan kewirausahaan.
  3. Rendahnya keberpihakan dalam pembangunan infrastruktur, khususnya di daerah tertinggal dan terdepan. Pengembangan infrastruktur terus berlanjut menjadi satu dari sekian banyak yang paling dibutuhkan dan menjadi kendala bagi pengembangan dan pertumbuhan jangka menengah dan panjang.


 5.    Pokok-pokok pemecahan Persoalan

Untuk memecahkan beberapa persoalan tersebut maka perlu langkah-langkah nyata, diawali dengan membuat kebijakan, kemudian merumuskan strategi dan upaya agar pokok permasalahan terpecahkan.

 

a.    Kebijakan: 

Revitalisasi Peran Perekonomian Nasional

b.    Strategi

  1. Memperkuat keberpihakan pada pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi.
  2. Meningkatkan komitmen pada pengembangan kewirausahaan.
  3. Mengokohkan keberpihakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, khususnya di daerah tertinggal dan terdepan.

c.    Upaya-Upaya yang dilakukan

Upaya-upaya untuk Strategi ke-1: Memperkuat keberpihakan pada pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi.

  1. Bank Indonesia melakukan penyesuaian skema penjaminan terhadap UMKM dan Koperasi dan mempermudah peraturan kredit.
  2. Bank Indonesia dan Perbankan Nasional melakukan improvisasi terhadap produk‐produk pembiayaan UMKM yang lebih inovatif dan memudahkan
  3. Kementerian Koperasi dan UMKM meningkatkan kualitas SDM pengelola dengan meningkatkan pengetahuan bisnis, manajemen, jaringan serta penggunaan teknologi.
  4. Kementerian Koperasi dan UMKM memfasilitasi pemasaran produk usaha Koperasi dan UMKM kepada pasar nasional dan internasional.
  5. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta Kementerian Hukum dan HAM memberikan kemudahan pengurusan legalitas usaha dan perlindungan usaha terhadap Koperasi dan UMKM.

 

Upaya untuk Strategi ke-2: Meningkatkan komitmen pemerintah pada pengembangan kewirausahaan

  1. Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Budaya, KADIN, HPMI dan Perguruan Tinggi melakukan program pengembangan pemuda, mahasiswa dan pelajar wirausaha
  2. Presiden membentuk Komite Nasional Pengembangan Wirausaha Baru yang mengikutsertakan pemangku kepentingan seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, KADIN dan HIPMI.
  3. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, KADIN dan HIPMI melakukan peningkatan program pelatihan, sertifikasi kompetensi dan penempatan tenaga kerja.
  4. Presiden memberikan instruksi agar program CSR (Corporate Social Responsibility) yang dilakukan oleh BUMN maupun perusahaan swasta untuk diprioritaskan dalam rangka meningkatkan kewirausahaan

 

Upaya untuk Strategi ke-3: Mengokohkan keberpihakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, khususnya di daerah tertinggal dan terdepan.

  1. Pemerintah membuka kesempatan kepada pihak swasta untuk membangun infrastruktur dengan memberikan insentif bagi sektor swasta yang berinvestasi di infrastruktur
  2. Pemerintah menentukan area/jenis projek prioritas yang ditargetkan untuk investasi swasta dan kemitraan publik dan swasta (Public Private Partnerships)
  3. Pemerintah meningkatkan alokasi anggaran APBN bagi membangunan dan pemeliharaan infrastruktur, dengan tetap mempertimbangkan penggunaan dana secara efektif dan efisien.
  4. Pemerintah memprioritaskan pembangunan infrastruktur pada bidang kerja yang dianggap paling menghambat oleh pelaku usaha, yaitu: listrik, pelabuhan, air, dan telekomunikasi.

 

 

Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan terwujud strategi penataan ruang guna pembangunan ekonomi dalam rangka ketahanan nasional. Semoga.

 

BAHAN BACAAN

  1. Pokja Ketahanan Nasional, 2012, Modul Ketahanan Nasional 1, 2, 3 LEMHANNAS RI, Jakarta
  2. Kebijakan Dan Strategi Pengembangan Umkmk Dalam Rangka Membangun Kemandirian Bangsa, 2012, Disampaikan pada Acara Ceramah Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Lemhanas RI Tahun 2012
  3. Kebijakan Dan Strategi Perdagangan Dalam Rangka Membangun Kemandirian Bangsa, 2012, Disampaikan Pada Acara Ceramah Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (Ppra) Xlviii Lemhanas Ri Tahun 2012
  4. Kebijakan Dan Strategi Perindustrian Dalam Rangka Membangun Kemandirian Bangsa, 2012, Disampaikan Pada Acara Ceramah Ppra Xlvii Lemhanas Ri
  5. Noer, Rosita S. Ma, Dr., 2012, Perekonomian Indonesia Di Era Globalisasi Dalam Rangka Membangun Kemandirian Bangsa, Disampaikan Pada Acara Ceramah Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (Ppra) Xlviii Lemhanas Ri, Jakarta  7 Agustus 2012
  6. Kebijakan Fiskal Dalam Rangka Membangun Kemandirian Bangsa, 2012, Disampaikan Pada Ppra Xlviii Lemhanas Ri Tahun 2012, Jakarta, 2 Agustus 2012
  7. Laksono, Agung., 2012, Kebijakan Dan Strategi Perekonomian Dalam Rangka Membangun Kemandirian Bangsa, Ceramah Kepada Peserta Ppra Xlviii Lemhannas Ri, Jakarta,  1 Agustus  2012

 

End-note:

  1. Siregar, Dr. Mulya E., 2012, Kebijakan dan Strategi Perbankan Nasional Dalam Rangka Membangun Kemandirian Bangsa, Ceramah Kepada Peserta Ppra Xlviii Lemhannas Ri, Jakarta, 2 Agustus 2012

 

 Jakarta, 9 Agustus 2012

M. Hermawan Eriadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *